Kalimat lengkap sebenarnya adalah "Sell in May and Go Away, Don't Come Back until St. Leger's Day", awal mulanya teori ini muncul di London, Inggris Raya, dimana para bangsawan, pedagang, dan bankir akan berlibur keluar kota menuju pedesaan disaat musim panas.
St. Leger's Day adalah balapan kuda ketiga di The English Triple Crown Winners yang melombakan kuda berdarah murni, yang tepatnya dilaksanakan pada bulan September.
Istilah ini mengartikan bahwa antara bulan mei s/d oktober merupakan periode negatif bagi pergerakan pasar saham.
Pada periode tersebut, teori yang juga biasanya disebut Halloween Indicator atau Halloween Effect ini menyatakan bahwa investor akan melepas portofolionya di pasar saham.
Artikel di Wikipedia menunjukkan sebuah analisis yang menyimpulkan bahwa teori tersebut tepat dan sudah terjadi dipasar saham 36 negara dari total 37 negara yang dicermati, dan sudah terjadi sejak abad ke 17 tepatnya (1694) di Inggris Raya, dan efek kuatnya terjadi di pasar keuangan Eropa.
Sebuah tulisan di situs Investopedia menunjukkan bahwa pada rentang 1950 ke sekitar 2013, indeks acuan utama di Amerika Serikat yaitu Dow Jones Industrial Average (DJIA) memang memiliki rata-rata return yang rendah, yaitu hanya 0,3% sepanjang bulan mei s/d oktober, kinerja DJIA lebih rendah dibandingkan rata-rata keuntungan 7,5% pada periode november s/d april.
Dan berdasarkan sebuah kolom di Forbes pada 2017, meskipun alasan pastinya pola tersebut tidak diketahui, turunnya volume perdagangan di rentang bulan liburan musim panas dan naiknya arus dana investasi pada musim dingin disebut menjadi alasan dari perbedaan kinerja pasar saham pada periode bulan mei s/d oktober dan november s/d april.
Namun Investopedia mencatat berdasarkan sebuah riset oleh analis Bank of America Merrill Lynch di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa secara historis, sejak 1928 periode juni s/d agustus adalah masa-masa terbaik kedua di pasar saham setiap tahunnya. tulisan yang sama mengatakan bahwa statistik telah menunjukkan pola musiman ini tidak tepat lagi untuk saat ini.
Kemudian berdasarkan artikel pada situs Investor's Business Daily : periode mei 2018 menunjukkan investor Wallstreet yang menjual portofolio saham pada mei 2016, maka akan melewatkan beberapa kesempatan emas, hal tersebut disebabkan indeks NASDAQ pada akhir april 2016 berada pada 4.775, lebih tinggi daripada mei dan melambung pada akhir juni. kemudian naik 55% dari akhir juni di tahun yang sama hingga akhir januari 2018, bahkan Investor's Business Daily juga menulis teori yang dianggap lebih ampuh dibandingkan "Sell in May", yaitu "Always Remember to Sell in September", teori ini dianggap lebih logis karena pasar saham cenderung melemah ketika memasuki bulan Oktober, serta membuat kinerja pergerakan saham-saham besar juga turun.
Teori Sell In May di Pasar Saham Indonesia
Rudiyanto, Direktur PT Panin Asset Management, dalam presentasinya kepada nasabah mengatakan tingkat akurasi teori ini hanya berefek pada kisaran 38% pada pasar saham Indonesia.
Hanya benar 8 dari 21 tahun pengamatan tulis Panin Asset Management dalam materi presentasinya kepada nasabah pada pekan tersebut (30 April 2019).
Angka 38% itu berasal dari rekam jejak kinerja IHSG di bulan mei s/d oktober yang mengartikan pasar saham benar adanya negatif hanya pada 8 tahun pada rentang bulan tersebut, sedangkan untuk periode mei s/d oktober pada 13 tahun lainnya IHSG masih positif.
Justru teori sampingan yang timbul dari Sell in May (Buy in November) malah lebih tepat untuk periode november s/d april yang dalam definisi teori Sell in May sebagai periode berinvestasi saham yang lebih baik dibandingkan mei s/d oktober, teori tersebut menunjukkan kinerja positif memang jauh lebih banyak pada 1997 s/d 2018.
Dari rentang tahun yang sama, jumlah tahun yang benar pada periode november s/d april menunjukkan 15 kali positif, sedangkan yang menunjukkan periode november s/d april negatif hanya 6 kali, sehingga ini menunjukkan tingkat akurasi 71%.
Maka kesimpulannya adalah : berdasarkan periode, maka periode november s/d april akan lebih baik karena tingkat probabilitasnya yang lebih tinggi secara historis.