Ketiganya merupakan pengembangan dari Moving Average (MA), yang membedakan adalah rumus atau cara perhitungannya, yang mempengaruhi tingkat kesensitifannya terhadap pergerakan harga.
MA merupakan indikator sederhana yang cukup mudah dalam penerapannya, MA dihitung berdasarkan nilai rata-rata pergerakan harga dalam periode tertentu, nilai rata-rata diambil dari harga tertinggi (High), terendah (Low), harga pembukaan (Open), penutupan (Close), ataupun harga tengah (Median).
Semakin panjang periode yang digunakan dalam perhitungan, maka akan semakin lambat (lagging) pergerakan garis dibandingkan harga, sebaliknya MA dengan periode pendek akan lebih lincah mengikuti pergerakan harga.
SMA (Simple Moving Average)
Rumus Perhitungan = jumlah harga selama satu periode, contoh dengan SMA periode 5 (SMA-5), dihitung dari harga penutupan (Close) pada timeframe daily, harga penutupan harian: 11 s/d 17, maka perhitungannya :
- SMA-5 Day I = (11 + 12 + 13 + 14 + 15) / 5 = 13
- SMA-5 Day II = (12 + 13 + 14 + 15 + 16) / 5 = 14
- SMA-5 Day III = (13 + 14 + 15 + 16 + 17) / 5 = 15
SMA merupakan jenis MA paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh trader, khususnya SMA-200 Day.
EMA (Exponential Moving Average)
EMA juga dihitung berdasarkan nilai rata-rata pergerakan harga dalam periode tertentu, namun ditambahkan dengan pembobotan (multiplier ) lebih tinggi bagi harga yang lebih baru, contoh dengan EMA periode 10 (EMA-10), dari harga penutupan (Close) pada timeframe daily, maka perhitungannya :
- SMA = jumlah harga penutupan selama 10 hari / 10
- Multiplier = (2 / (periode waktu + 1) ) = (2 / (10 + 1) ) = 0.1818 (18.18%)
- EMA: {Close - EMA(hari sebelumnya)} x Multiplier + EMA (hari sebelumnya)
EMA-10 mengaplikasikan pembobotan sebesar 18.18% bagi harga terkini, namun EMA-20 Day akan mengaplikasikan pembobotan 9.52% bagi harga terkini (2/(20+1)=0.0952), yang artinya pembobotan EMA berperiode pendek akan selalu lebih tinggi bagi EMA berperiode lebih panjang.
Dengan penambahan pembobotan ini, EMA dapat menghasilkan pergerakan yang lebih halus jika dibandikan dengan SMA.
Namun pada prakteknya, banyak trader menganggap SMA lebih efektif untuk menentukan level support dan resistance, sedangkan EMA lebih baik sebagai sinyal dengan mengamati crossover antara beberapa garis EMA.
Namun tidak sedikit juga trader yang sebaliknya menggunakan EMA untuk menentukan level support dan resistance dan menggunakan SMA sebagai sinyal, bahkan memadukan keduanya sekaligus.
WMA (Weighted Moving Average)
Sedangkan untuk WMA, secara keseluruhan masih sama dengan EMA dan SMA, hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja, dimana pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang periode yang ditetapkan, semakin panjang periode yang ditetapkan, maka semakin besar pula pembobotan yang diberikan pada data terbaru.
Kelebihan & Kelemahan
Indikator SMA minim fake signal karena pembobotan harga setiap hari dihitung sama, namun lebih lambat dalam menunjukkan sinyal dibandingkan WMA dan EMA
Sedangkan WMA dan EMA lebih cepat dan sensitif terhadap pergerakan harga karena pemberian bobot perhitungan yang lebih berat pada periode terbaru, kelemahannya adalah cenderung lebih sering menunjukkan fake signal jika dibandingkan SMA karena lebih cepat dan sensitif terhadap perubahan harga.
Contoh Penerapan
Dasarnya adalah apabila pergerakan harga berada di bawah garis MA, maka mengindikasikan akan terjadinya trend bearish, sebaliknya apabila pergerakan harga berada di atas garis MA, maka mengindikasikan akan terjadi trend bullish.
Membuka posisi Buy akan ideal dilakukan ketika garis MA berperiode rendah bergerak memotong garis MA berperiode tinggi dari bawah ke atas, dan sebaliknya membuka posisi sell akan ideal ketika garis MA berperiode lebih rendah bergerak memotong garis MA berperiode tinggi dari atas ke bawah.
2 Sinyal dari MA diatas disebut dengan Pola Golden Cross dan Death Cross.