Data CPI & PPI merupakan 2 indikator fundamental yang sering digunakan oleh banyak negara untuk mengukur tingkat inflasi dan seringkali digunakan sebagai patokan kebijakan, maka dari itu 2 data ini menjadi cukup penting untuk diperhatikan guna memaksimalkan strategi trading.
CPI (Consumer Price Index)
Data ini memantau perubahan harga rata-rata di tingkat konsumen pada sejumlah jenis barang dan jasa tertentu.
Di Amerika Serikat, pengukuran CPI dibagi atas dua kelompok populasi besar, yaitu keluarga atau individu perkotaan yang dinamakan CPI-U (CPI-Urban) dan pekerja kantoran (clerical worker) yang disebut CPI-W.
Agar ada acuan angka untuk diperbandingkan, Biro Statistik Tenaga Kerja AS menggunakan referensi dasar pada rata-rata perubahan level harga atau indeks rata-rata selama 36 bulan, dari tahun 1982 sampai dengan 1984, angka referensi dasar tersebut adalah 100.
Selanjutnya, Biro Statistik Tenaga Kerja AS melakukan pengukuran dengan formula yang dibuat berdasarkan bilangan referensi dasar tersebut, seperti misalnya jika CPI sama dengan 110, berarti ada kenaikan tingkat harga-harga sebesar 10%, dan apabila CPI 90, berarti terjadi penurunan 10%.
Tentu saja hasil pengukuran tersebut tidak dibuat berdasarkan data yang detail dan menyeluruh, namun diasumsikan cukup mewakili perubahan tingkat harga pada kedua populasi besar tersebut.
Laporan CPI biasanya memuat dua jenis data, yaitu, CPI inti (Core CPI) dan CPI total (Headline CPI), CPI Inti tidak memperhitungkan kategori makanan, minuman, dan bahan bakar yang fluktuasi-nya cukup besar.
Rilis data CPI dinyatakan dalam persentase perubahan dari data sebelumnya (perbulan), dan total persentase dalam setahun dibandingkan dengan data tahun lalu (year-over-year)
Pemerintah dan bank sentral selalu memonitor perubahan CPI dari waktu ke waktu sebagai patokan utama untuk mengetahui tingkat inflasi, di samping beberapa indikator fundamental lainnya, bank sentral selalu melihat perubahan indikator CPI dan PPI dalam menentukan tingkat suku bunga.
PPI (Producer Price Index)
Data yang mengukur perubahan harga jual yang diterima oleh produsen barang dan jasa di suatu negara dalam suatu periode tertentu.
Jika CPI adalah data yang memantau pada tingkat konsumen, maka PPI memantau pada tingkat produsen, perubahan harga di tingkat produsen akan berdampak langsung pada harga beli konsumen.
3 faktor untuk mengukur besaran Producer Price Index berdasarkan tingkatan proses produksi adalah :
- Tingkatan bahan mentah (crude material)
- Produk setengah jadi (intermediate)
- Dan produk final (finished good)
Untuk bahan mentah disebut dengan PPI Commodity Index, yang mengukur perubahan harga bahan-bahan seperti biji besi, alumunium hingga kedelai dan gandum.
Pada tingkatan produk setengah jadi disebut dengan PPI Stage of Processing Index, seperti misalnya kertas, kulit, gula setengah jadi, dll.
Di negara-negara industri, PPI untuk produk final biasanya dinyatakan dalam PPI inti (Core PPI), PPI untuk produk final inilah yang dirilis tiap bulan dan digunakan sebagai referensi.
PPI inti tidak memperhitungkan barang-barang pada PPI Commodity Index yang volatilitasnya tinggi, yaitu bahan bakar dan bahan makanan, meskipun mengurangi akurasi PPI, namun PPI inti lebih bisa dipercaya sebagai referensi untuk jangka panjang, mengingat sering terjadinya ketidak-seimbangan permintaan dan penawaran bahan bakar dan makanan yang akan sangat mempengaruhi kalkulasi PPI untuk jangka panjang.
PPI merupakan indikator awal bagi harga barang dan jasa di tingkat distributor (Wholesale Price Index/WPI) dan CPI, perubahan harga di tingkat produsen akan langsung berdampak pada distributor, retailer, dan pada akhirnya konsumen.
Dari urutan kejadiannya, indikator PPI sebenarnya adalah yang pertama kali menunjukkan tingkat inflasi, sehingga biasa digunakan sebagai patokan untuk memprediksi angka CPI.
Dengan memperhatikan perubahan PPI, para pelaku pasar bisa mengetahui sebab perubahan CPI, jika misalnya CPI naik lebih cepat dibandingkan kenaikan PPI, maka tentunya ada faktor lain yang menyebabkan distributor dan retailer menaikkan harga jualnya, hingga inflasi meningkat lebih besar dari perkiraan.
Kenaikan PPI yang mengindikasikan terjadinya peningkatan harga di tingkat produsen (inflasi) sekaligus menandakan pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya penurunan PPI mengindikasikan perlambatan inflasi.
Apabila perlambatan inflasi berlangsung terus menerus, maka dapat mengancam kondisi perekonomian secara keseluruhan yang tercermin dalam angka Gross Domestic Product (GDP) negatif, inflasi negatif, atau yang disebut juga sebagai deflasi, apabila berkepanjangan maka bisa menimbulkan resesi.
Ini tidak lantas berarti inflasi tinggi itu baik, apabila inflasi terlalu tinggi, maka biaya hidup masyarakat akan membengkak dan berimbas buruk bagi perekonomian, yang terbaik adalah inflasi tumbuh moderat sesuai dengan target yang dipatok bank sentral (inflation targeting).
Untuk mencegah hal yang tak diinginkan, maka ketika terjadi penurunan inflasi terus menerus, maka biasanya bank sentral akan berusaha dengan berbagai tindakan untuk mendongkrak inflasi ke level positif, misalnya dengan menurunkan suku bunga untuk mengimbanginya, sebaliknya jika inflasi melonjak tidak terkendali, maka bank sentral akan berupaya menaikkan suku bunga.
Pengaruhnya terhadap Pasar
Penurunan PPI yang mengindikasikan perlambatan CPI akan memberi tekanan untuk bank sentral menurunkan suku bunga, yang pada akhirnya akan berimbas buruk terhadap nilai tukar mata uang negara terkait.
Sebaliknya kenaikan PPI yang mengindikasikan peningkatan CPI akan memberikan tekanan kepada bank sentral untuk menaikkan suku bunga, yang pada akhirnya dapat memicu penguatan nilai tukar mata uang negara terkait.
Dimana melihat Rilis Data-Data ini ?
Salah satu situs yang paling banyak digunakan oleh para trader untuk memantau jadwal rilis data ekonomi adalah ForexFactory.com, situs ini menyajikan jadwal kegiatan ekonomi beserta tingkat impactnya secara mendetail.
Alternatif :