Apa itu Black Swan ?

10/04/2024

Black Swan adalah sebutan untuk peristiwa tidak terduga yang menimbulkan kegemparan di pasar keuangan. dapat disebut Black Swan apabila peristiwa tersebut kemungkinan terjadinya rendah namun berdampak sangat besar di pasar keuangan, dan setelah peristiwa terjadi kemudian banyak orang mulai menyadari bahwa hal tersebut seharusnya bisa diantisipasi.

Teori Black Swan ini berasal sejak abad ke-17, yang bermula dari asumsi masyarakat Eropa bahwa semua angsa berwarna putih, padahal sebenarnya ada angsa hitam yang hidup di alam liar. dalam konteks ini, angsa hitam (Black Swan) sering dilihat sebagai simbol untuk sesuatu yang tidak terprediksi dan memiliki dampak besar, sesuatu yang luar biasa di luar kendali, atau sesuatu yang semestinya eksis dalam anggapan umum.

Di era modern, istilah ini dipopulerkan oleh Nassim Nicholas Taleb, seorang mantan trader Wall Street yang kemudian menjadi penulis dan profesor di bidang keuangan, bukunya berjudul The Black Swan (diterbitkan tahun 2007)

Menurut Nicholas Taleb, aneka penemuan ilmiah dan peristiwa yang menjadi fenomena Black Swan terjadi dengan tidak diramalkan sebelumnya, seperti misalnya kemunculan internet, komputer pribadi, perang dunia I, termasuk peristiwa 11 September 2001 yang menenggelamkan mata uang dollar dalam sekejap, dll.

Dalam bukunya, Nicholas Taleb juga menyampaikan sejumlah perspektif yang diperlukan pelaku pasar untuk mengantisipasi dan menanggapi peristiwa Black Swan.

Buku Nicholas Taleb yang memaparkan teori Black Swan ini masuk dalam jajaran best seller serta ditempatkan dalam daftar 12 buku paling berpengaruh pasca perang dunia II oleh The Sunday Times.

Berikut ini adalah beberapa contoh Black Swan :

Krisis Finansial Asia (1997)

Pemicu krisis finansial Asia adalah keputusan Thailand untuk melepas pegging (patokan) nilai tukar Bhat terhadap dolar AS.

Keputusan tersebut berdampak domino hingga terjadi devaluasi mata uang di seluruh Asia Tenggara dan Asia Timur, sebagian besar mata uang Asia anjlok hingga 38% dan pasar saham dunia merosot hingga 60%.

George Soros dituduh memicu krisis ini dengan melakukan shorting atas Baht dan memanen profit dari jatuhnya mata uang-mata uang Asia, namun George Soros berdalih bahwa dirinya tidak memicu krisis, walau tak menampik langsung kalau memiliki andil dalam gejolak yang terjadi.

Dot Com Bubble (2000)

Seiring dengan meluasnya penggunaan internet di seluruh dunia, bisnis-bisnis daring yang disebut juga perusahaan Dot Com mengalami peningkatan yang sangat pesat.

Harga sahamnya meroket, indeks NASDAQ (indeks saham AS yang berfokus pada emiten sektor teknologi) melesat dari 1,000 poin di tahun 1995 ke lebih dari 5,000 di tahun 2000.

Saat NASDAQ di puncak, mendadak sejumlah perusahaan mayor seperti Dell dan Cisco melakukan aksi jual atas saham-sahamnya, sehingga memicu panic selling, yang akibatnya dalam waktu kurang dari sebulan, nyaris satu triliun Dolar AS hangus dari pasar.

Indeks komposit NASDAQ yang sempat naik 682% dari 751.49 pada januari 1995 ke 5,132.52 pada maret 2000, terjun bebas hingga 78% dan terdampar di 1114.11.

Meski sejumlah perusahaan Dot Com dari masa itu masih sukses hingga saat ini, seperti misalnya Amazon, eBay, dan Netflix, tidak sedikit perusahaan teknologi AS yang terlindas oleh insiden Black Swan ini.

Lehman Brothers (2008)

Sebelum peristiwa Black Swan ini terjadi di tahun 2008, Lehman Brothers adalah salah satu perusahaan jasa keuangan kawakan dunia yang menempati posisi bank investasi terbesar ke-4 di Amerika Serikat.

Pada 15 September 2008, Lehman Brothers mendadak mendeklarasikan kebangkrutan, saat itu Lehman Brothers memiliki aset senilai $639 milyar dan utang sebesar $619 milyar, sehingga menjadikannya sebagai deklarasi kebangkrutan terbesar dalam sejarah.

Kebangkrutan Lehman Brothers sekaligus mengungkap kebobrokan praktek sertifikasi utang sektor properti dalam sistem finansial AS yang kemudian dikenal dengan istilah krisis Subprime Mortgage, yang akibatnya kekhawatiran meluas ke seluruh dunia karena para investor khawatir lembaga-lembaga keuangan besar lainnya akan ikut tumbang.

Dampak domino yang lebih besar dari peristiwa Black Swan ini berhasil terhindarkan setelah pemerintah Amerika Serikat menyalurkan dana untuk mem-bail out perusahaan-perusahaan keuangan bermasalah yang berpusat di sana.

Namun pertolongan dari pemerintah AS ini sebenarnya dipandang negatif oleh masyarakatnya sendiri, karena menganggap bahwa dana pajak rakyat diberikan pada orang-orang kaya yang tidak berhak.

Kejadian ini juga kemudian memunculkan julukan too big to fail untuk bank-bank investasi AS.

Hutang Yunani (2010)

Pada tahun 2010, sementara pasar finansial global masih berjuang untuk pulih dari krisis sebelumnya, Yunani secara tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka selama ini menyembunyikan angka defisit anggaran negara yang sesungguhnya.

Keyakinan pasar langsung kolaps, hingga pada tahun 2012 Yunani mendeklarasikan pernyataan gagal bayar hutang pemerintah terbesar dalam sejarah.

Situasi semakin memburuk hingga pada 30 Juni 2015, Yunani menjadi negara maju pertama yang gagal membayar cicilan hutang pada International Monetary Fund (IMF).

Pasar finansial beraksi spontan, sehingga berdampak pada anjloknya pasar saham dari Hong Kong hingga London, peristiwa Black Swan ini menggarisbawahi fungsi Emas dan Obligasi Pemerintah AS sebagai safe haven, karena investor dan trader global langsung memburu kedua aset tersebut begitu kabar menyeruak.

Meskipun gejolak di pasar finansial global yang ditimbulkan oleh krisis hutang Yunani ini telah mereda, namun negara yang beribukota di Athena ini masih bergantung pada praktek gali lubang tutup lubang untuk menangani keuangannya.

Perekonomiannya mengalami resesi dan pengangguran merajalela, hingga saat ini pun para pelaku pasar yang memperdagangkan mata uang Euro masih sering berhati-hati jika terdapat kabar rapat renegosiasi hutang Yunani.

Bencana Nuklir Fukushima (2013)

Posisi geografis Jepang menjadikannya sering mengalami gempa dan tsunami, namun gempa di tahun 2013 menjadi istimewa karena mengakibatkan kebocoran pada instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima.

Seketika kejadian itu memunculkan trauma dunia akan insiden Chernobyl (1986) yang meluluhlantakkan satu kawasan di Eropa Timur dengan kontaminasi radiasi yang masih membekas hingga saat ini, NIKKEI 225 anjlok hingga 14% mencatatkan penurunan terburuk dalam 40 tahun.

Di Amerika Serikat, Dow Jones juga melorot 1.15%, dalam perkembangan selanjutnya Jepang menonaktifkan sebagian besar instalasi nuklirnya untuk sementara, meskipun demikian, kebocoran di Fukushima belum sepenuhnya tertanggulangi hingga tahun 2017.

Pencabutan Pegging Swiss Franc (2015)

Sebelum 2015, nilai tukar Swiss Franc dipegging setara dengan 1.20 Franc per Euro, namun Swiss National Bank (SNB) selaku bank sentral Swiss mendadak mencabut pegging tersebut sekaligus menurunkan suku bunga depositnya, sehingga seketika menggemparkan dunia finansial.

Segera setelah pengumuman SNB tersebut tersebar di media, Swiss Franc melesat 30% terhadap Euro dan melonjak 25% terhadap dolar AS.

Langkah tak terduga itu juga menghantam pasar saham Eropa, hingga indeks saham Swiss merosot 10% dalam waktu singkat.

Jika dibandingkan dengan  peristiwa Black Swan sebelumnya, kebijakan SNB ini bisa dikatakan yang memiliki dampak paling buruk bagi para trader, bukan hanya banyak trader yang langsung bangkrut, tidak sedikit juga jumlah broker forex yang terpaksa gulung tikar seperti salah satunya Alpari UK.

Brexit (2016)

Pada Referendum Brexit (2016), sebelum hasil referendum diumumkan, konsensus analis menilai Inggris tidak siap untuk keluar dari Uni Eropa, dan masyarakat pun tentunya tidak sebegitu mudahnya untuk setuju. namun realita berkata berbeda.

Kubu Pro Brexit unggul dengan selisih tipis terhadap Kubu Pro Uni Eropa, sehingga seketika mengubur Poundsterling (GBP) di level terendah dalam 31 tahun (sejak 1985) terhadap dolar AS.

Secara global, kepanikan pasca pengumuman hasil referendum tersebut menghapus sekitar $2 triliun dari pasar finansial dunia, hingga kini para pelaku pasar masih mengamati perkembangan peristiwa ini dengan hati-hati.